Dilihat dari Keluarganya Prabowo Subianto memiliki dua orang kakak perempuan yang bernama Bintianingsih dan Mayrani Ekowati, serta satu orang adik laki-laki yang kini menjadi seorang pengusaha handal yang bernama Hashim Djojohadikusumo. Pada tahun 1970, Prabowo Subianto memulai kariernya saat ia mendaftarkan diri di Akademi Militer Magelang, Ia kemudian Lulus pada tahun 1974 dari Akademi Militer, kemudian pada tahun 1976 Prabowo ditugaskan sebagai Komandan Pleton Para Komando Grup I Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) dan ditugaskan sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur.
Prabowo Subianto kemudian menikah dengan Titiek yang merupakan anak Presiden Soeharto. Pernikahan Prabowo dengan titiek berakhir tidak lama setelah Soeharto mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Dari pernikahannya dengan Titiek, Prabowo dikaruniai seorang anak, Didiet Prabowo. Didiet tumbuh besar di Boston, AS dan sekarang tinggal di Paris, Perancis sebagai seorang desainer. Setelah kembali dari Timor Timur, karir militernya Prabowo terus melejit. Pada tahun 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teroris (Gultor) Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus). Setelah menyelesaikan pelatihan "Special Forces Officer Course" di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara.
Banyak Kontroversi dan Dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
Prabowo Subianto saat ia berkarier di bidang Militer, Pada tahun 1983,
kala itu masih berpangkat Kapten, Prabowo diduga pernah mencoba
melakukan upaya penculikan sejumlah petinggi militer, termasuk Jendral
LB Moerdani, namun upaya ini kabarnya digagalkan oleh Mayor Luhut
Panjaitan, Komandan Den 81/Antiteror. Prabowo sendiri adalah wakil Luhut
saat itu. Pada tahun 1990-an, Prabowo diduga terkait dengan sejumlah
kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Pada tahun 1995, ia diduga
menggerakkan pasukan ilegal yang melancarkan aksi teror ke warga sipil.
Peristiwa ini membuat Prabowo nyaris baku hantam dengan Komandan Korem
Timor Timur saat itu, Kolonel Inf Kiki Sjahnakrie, di kantor Pangdam IX
Udayana. Sejumlah lembaga internasional menuntut agar kasus ini
dituntaskan. Menurut pakar hukum Adnan Buyung Nasution, kasus ini belum
selesai secara hukum karena belum pernah diadakan pemeriksaan menurut
hukum pidana.
Pada tahun 1997, Prabowo diduga mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-Reformasi. Setidaknya 13 orang, termasuk seniman 'Teater Rakyat' Widji Thukul, aktivis Herman Hendrawan, dan Petrus Bima hilang dan belum ditemukan hingga sekarang. Mereka diyakini sudah meninggal. Prabowo sendiri mengakui memerintahkan Tim Mawar untuk melakukan penculikan kepada sembilan orang aktivis, diantaranya Haryanto Taslam, Desmond J Mahesa dan Pius Lustrilanang.
Pada tahun 1997, Prabowo diduga mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-Reformasi. Setidaknya 13 orang, termasuk seniman 'Teater Rakyat' Widji Thukul, aktivis Herman Hendrawan, dan Petrus Bima hilang dan belum ditemukan hingga sekarang. Mereka diyakini sudah meninggal. Prabowo sendiri mengakui memerintahkan Tim Mawar untuk melakukan penculikan kepada sembilan orang aktivis, diantaranya Haryanto Taslam, Desmond J Mahesa dan Pius Lustrilanang.
Namun
demikian, Prabowo belum diadili atas kasus tersebut walau sebagian
anggota Tim Mawar sudah dijebloskan ke penjara. Sebagian korban dan
keluarga korban penculikan 1998 juga belum memaafkan Prabowo dan masih
terus melanjutkan upaya hukum. Sebagian berupaya menuntut keadilan
dengan mengadakan aksi 'diam hitam kamisan', aksi demonstrasi diam di
depan Istana Negara setiap hari Kamis. Sebagian lagi telah bergabung
denga kepengurusan Partai Gerakan Indonesia Raya, bahkan duduk di DPR
RI. Haryanto Taslam yang telah menjadi anggota Dewan Pembina Partai
Gerindra, mengatakan "Prabowo sudah minta maaf pada saya. Dia juga
mengajak saya bergabung untuk membangun negara ini. Saya adalah korban
Prabowo dan Prabowo adalah korban politik saat itu. Dia juga korban.
Prabowo hanya merupakan tentara yang mematuhi perintah atasannya. Ide
penculikan bukan dari Prabowo. Rezim Orde Baru
Prabowo juga diduga mendalangi Kerusuhan Mei 1998 berdasar temuan Tim Gabungan Pencari Fakta. Dugaan motifnya adalah untuk mendiskreditkan rivalnya Pangab Wiranto, untuk menyerang etnis minoritas, dan untuk mendapat simpati dan wewenang lebih dari Soeharto bila kelak ia mampu memadamkan kerusuhan. Juga pada Mei 1998, menurut kesaksian Presiden Habibie dan purnawirawan Sintong Panjaitan, Prabowo melakukan insubordinasi dan berupaya menggerakkan tentara ke Jakarta dan sekitar kediaman Habibie untuk kudeta. Karena insubordinasi tersebut ia diberhentikan dari posisinya sebagai Panglima Kostrad oleh Wiranto atas instruksi Habibie. Masalah utama dari kesaksian Habibie ialah bahwa sebenarnya, pasukan-pasukan yang mengawal rumahnya adalah atas perintah Wiranto, bukan Prabowo. Pada briefing komando tanggal 14 Mei 1998, panglima ABRI mengarahkan Kopassus mengawal rumah-rumah presiden dan wakil presiden. Perintah-perintah ini diperkuat secara tertulis pada tanggal 17 Mei 1998 kepada komandan-komandan senior, termasuk Sjafrie Sjamsoeddin, Pangdam Jaya pada waktu itu.
Sumber : http://kolom-biografi.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar